Tugas Softskill Riset Akuntansi resume 2


Nama : Harni Tyastuti
Kelas : 3eb08
NPM : 212.07.464


Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288

LATAR BELAKANG MASALAH

Seiring dengan krisis multi dimensi yang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang dimulai dengan merosotnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat telah menghancurkan sendi-sendi ekonomi termasuk pada sektor perbankan. Krisis moneter yang terus menerus mengakibatkan krisis kepercayaan, akibatnya banyak bank dilanda penyakit yang sama. Hal ini menyebabkan banyak bank yang lumpuh karena dihantam kredit macet. Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator. Salah satu sumber utama indikator yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan.Berdasarkan laporan itu akan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian tingkat kesehatan bank.Analisis rasio keuangan memungkinkan manajemen untuk mengidentifikasikan perubahan-perubahan pokok pada trend jumlah, dan hubungan serta alasan perubahan tersebut. Hasil analisis laporan keuangan akan membantu mengintepretasikan berbagai hubungan kunci serta kecenderungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan dimasa mendatang.Untuk menilai kinerja perusahaan perbankan umumnya digunakan lima aspek penilaian, yaitu : 1) capital; 2) assets; 3) management; 4) earnings; 5) liquidity yang biasa disebut CAMEL. Aspek-aspek tersebut menggunakan rasio keuangan. Hal ini menunjukan bahwa rasio keuangan dapat digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank.


KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti (Muhammad Akhyar Adnan dan Eha Kurniasih, 2000:137) : yaitu kegagalan ekonomi (Economic failure) dan kegagalan keuangan (financial failure).
Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang
atau pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk : Insolvensi Teknis dan Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Insolvensi teknis adalah Perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap utang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan.Insolvensi juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran kembali pokok pada tanggal tertentu. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan adalah kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.Kebangkrutan dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman,membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki.

Konsep dan Rasio CAMEL

Dalam kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia), edisi kedua tahun 1999: CAMEL adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank, yang mempengaruhi pula tingkat kesehatan bank, CAMEL merupakan tolok yang menjadi obyek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawas bank. CAMEL terdiri atas lima criteria yaitu modal, aktiva, manajemen, pendapatan dan likuiditas. Berdasarkan kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia), edisi kedua tahun 1999, peringkat CAMEL dibawah 81 memperlihatkan kondisi keuangan yang lemah yang ditunjukan oleh neraca bank, seperti rasio kredit tak lancar terhadap total aktiva yang meningkat, apabila hal tersebut tidak diatasi akan mengganggu kelangsungan usaha bank, bank yang terdaftar pada pengawasan dianggap sebagai bank bermasalah dan diperiksa lebih sering oleh pengawas bank jika dibandingkan dengan bank yang tidak bermasalah.Bank dengan peringkat CAMEL diatas 81 adalah bank dengan pendapatan yang kuat dan aktiva tak lancar sedikit, peringkat CAMEL tidak pernah diinformasikan secara luas.Rasio CAMEL adalah menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. dengan analisis rasio dapat diperoleh gambaran baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu bank.

Manfaat Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kebangkrutan

Machfoedz (1994) menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi laba perusahaan dimasa yang akan datang. Rasio keuangan yang digunakan adalah cash flows/current liabilities, net worth and total liabilities/fixed assets, gross profit/sales, operating income/sales, net income/sales, quick assets/inventory, operating income/total liabilities,net worth/sales, current liabilities/net worth, dan net worth/total liabilities. Ditemukan bahwa rasio keuangan yang digunakan dalam model bermanfaat untuk memprediksi laba satu tahun ke muka, namun tidak bermanfaat untuk memprediksi lebih dari satu tahun. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk memprediksikan kebangkrutan bank adalah rasio keuangan model CAMEL (13 rasio),besaran (size) bank yang diukur dengan log. assets, dan variabel dummy (kredit lancar dan manajemen). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat prediksi variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini tinggi (lebih dari 50% sebagai cutoff value-nya). Tetapi jika dilihat dari tipe kesalahan yang terjadi tampak bahwa kekuatan prediksi untuk bank yang dilikuidasi 0% karena dari sampel bank yang dilikuidasi,semuanya diprediksikan tidak dilikuidasi. Dengan demikian hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis yang diajukan bahwa “rasio keuangan model CAMEL, besaran (size) bank serta kepatuhan terhadap Bank Indonesia” dapat digunakan untuk memprediksikan kegagalan bank di Indonesia. Simpulan ini diambil didasarkan atas tipe kesalahan yang terjadi, khusus kasus di Indonesia ternyata rasio CAMEL serta variabel-variabel independen lain yang digunakan dalam penelitian ini belum dapat memprediksikan kegagalan bank. Dengan demikian perlu eksplorasi lebih lanjut terhadap variabel lain di luar rasio keuangan agar diperoleh model yang lebih tepat untuk memprediksikan kegagalan bank.
Secara empiris tingkat kegagalan bisnis dan kebangkrutan bank dengan menggunakan
rasio-rasio keuangan model CAMEL dapat dibuktikan sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu : Thomson (1991) dalam Wilopo (2001) yang menguji manfaat rasio keuangan CAMEL dalam memprediksi kegagalan bank di USA pada tahun 1980an dengan menggunakan alat statistik regresi logit, Whalen dan Thomson (1988) dalam Wilopo (2001) menemukan bahwa rasio keuangan CAMEL cukup akurat dalam menyusun rating bank, dan di Indonesia Surifah (1999) menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL. Berdasarkan analisis dan temuan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian dinyatakan sebagai berikut:
H1: Rasio keuangan CAMEL (CAR, ATTM, APB, NPL, PPAP terhadap Aktiva Produktif, Pemenuhan PPAP, ROA, ROE, NIM, BOPO, LDR) memiliki perbedaan yang signifikan antara bank-bank bermasalah dan tidak bermasalah perioda 2000-2002.
H2: Rasio keuangan CAMEL (CAR, ATTM, APB, NPL, PPAP terhadap Aktiva
Produktif, Pemenuhan PPAP, ROA, ROE, NIM, BOPO, LDR) dapat digunakan untuk memprediksi kondisi bermasalah bank-bank umum swasta nasional di Indonesia perioda 2000-2002.



METODA PENELITIAN

Data Penelitian
Data yang digunakan adalah data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik (angka). Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Data sekunder berupa laporan keuangan tahunan dari bank-bank umum swasta nasional perioda 2000-2002 yang terdaftar di direktori Bank Indonesia.



Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini yaitu bank-bank umum swasta nasional yang terdaftar dalam
direktori Bank Indonesia. Dari populasi yang ada akan diambil sejumlah tertentu sebagai
anggota sampelnya yaitu bank umum swasta nasional yang terdaftar direktori Bank
Indonesia perioda 2000-2002, total aktiva yang dimiliki sebesar 100 juta – 37 milyar Rupiah per 31 Desember 2000, bank yang dijadikan sampel terbagi menjadi dua kelompok yaitu bank bermasalah dan tidak bermasalah. Jumlah sampel akhir yang terpilih sebanyak 24 bank umum swasta nasional yang terdaftar di direktori Bank Indonesia dalam kurun waktu 2000 – 2002 yang terdiri dari 16 bank kondisi tidak bermasalah dan 8 bank kondisi bermasalah.
Definisi Variabel
1. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kondisi bermasalah
suatu bank yang merupakan variabel kategori, 0 untuk perusahaan tidak bermasalah dan untuk bank bermasalah.
2. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio keuangan
CAMEL yaitu:
a. CAR =Modal Bank x100% Total ATMR
b. ATTM = Aktiva Tetap dan Inventaris x100% Modal
c. APB = Aktiva Produktif Bermasalah x100% Total Aktiva Produktif
d. NPL = Kredit Bermasalah x100% Total Kredit
e. PPAP terhadap Aktiva Produktif = PPAP Yang Telah Dibentuk 100% Total Aktiva Produktif
f. Pemenuhan PPAP = PPAP Yang Telah Dibentuk x100% PPAP Yang Wajib Dibentuk
g. ROA = Laba Sebelum Pajak x100% Rata-rata total asset
h. ROE = Laba Setelah Pajak x100% Rata-rata ekuitas
i. NIM = Pendapatan Bunga Bersih x100% Aktiva Produktif
j. BOPO = Biaya Operasional x100% Pendapatan Operasional
k. LDR = Total Kredit x100% Total dana pihak ketiga














Teknik Analisis dan Model Analisis

Pengujian Hipotesis I

Analisis awal dilakukan sebelum pengujian hipotesis 1 adalah analisis normalitas data. Dalam analisis ini digunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan tingkat signifikansi yang digunakan a = 5%, jika P value > 5% maka data dianggap normal. Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis alat analisis yang digunakan untuk melakukan uji beda (non parametrik atau parametrik). Jika data tidak normal maka digunakan uji beda non parametrik dengan menggunakan Mann Whitney U sebaliknya jika data normal digunakan Independen T-test (Ghozali dan Castellan, 2002). Uji beda dilakukan untuk mengetahui rasio CAMEL yang dapat membedakan bank bermasalah dan bank tidak bermasalah.

Pengujian Hipotesis II

Pengujian hipotesis 2 digunakan untuk menentukan pengaruh dari masing-masing variabel bebas (Rasio CAMEL menurut Bank Indonesia) terhadap prediksi kondisi bermasalah bank-bank umum swasta nasional di Indonesia perioda 2000-2002. Karena variable terikatnya memiliki dua alternatif maka digunakan model Regression Logistic (Ghozali,2002). Adapun formulasinya adalah sebagai berikut:
Y = a + b(CAR) + c(ATTM) + d(APB) + e(NPL) + f(PPAPAP) + g(PemPPAP) + h(ROA) + i(ROE) + j(NIM) + k(BOPO) + l(LDR) + e ….....(12)


PENGUJIAN EMPIRIS DAN HASIL

Hasil Hipotesis I

Berdasarkan uji One Sample Kolmogorov Smirnov test, yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui alat uji analisis yang digunakan untuk melakukan uji beda (parametrik atau non parametrik). Untuk sampel penelitian yang berdistribusi normal, alat uji yang digunakan adalah uji beda parametrik Independen Sample T-test dengan P value lebih besar dari 0.05 sedangkan untuk sampel penelitian yang berdistribusi tidak normal, alat uji yang digunakan adalah uji beda non parametrik Mann Whitney U dengan P value lebih kecil dari 0.05.rasio NPL, Pemenuhan PPAP, ROA, ROE dikatakan tidak normal karena dalam salah satu kategorinya karena memiliki P value lebih kecil dari 0.05. Untuk rasio CAR, ATTM, APB, PPAPAP, NIM, BOPO, LDR berdistribusi normal karena memiliki P value lebih besar dari 0.05.Langkah selanjutnya adalah melakukan uji beda. Uji beda dilakukan untuk mengetahui apakah rasio keuangan CAMEL (CAR, ATTM, APB, NPL, PPAP terhadap Aktiva Produktif, Pemenuhan PPAP, ROA, ROE, NIM, BOPO, LDR) memiliki perbedaan yang signifikan antara bank-bank bermasalah dan tidak bermasalah perioda 2000-2002. Pada penelitian ini uji beda dilakukan dengan menggunakan alat uji Independen Sample T-test untuk data yang berdistribusi normal sedangkan untuk data yang berdistribusi tidak normal menggunakan alat uji Mann Whitney U.
Uji beda untuk data berdistribusi normal dapat diketahui rasio CAR signifikansinya sebesar 0.000, APB signifikansinya sebesar 0.005, PPAPAP signifikansi sebesar 0.024, NIM signifikansinya sebesar 0.000, BOPO signifikansinya sebesar 0.000. Kelima rasio tersebut mempunyai P value lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis null ditolak artinya rasio CAR, APB, PPAPAP, NIM, BOPO memiliki perbedaan yang signifikan antara bank bermasalah dan bank tidak bermasalah. Untuk rasio ATTM, LDR signifikansinya masing-masing sebesar 0.873 dan 0.059. Rasio ATTM, dan LDR mempunyai P value lebih besar dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa null diterima atau hipotesa alternative ditolak artinya rasio ATTM, LDR tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara bank bermasalah dan bank tidak bermasalah.
UJI BEDA MANN WHITNEY U Dapat diketahui NPL signifikansinya sebesar 0.000,ROA signifikansinya sebesar 0.000. Kedua rasio tersebut mempunyai P value lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan untuk data yang berdistribusi tidak normal, hipotesa null ditolak atau hipotesa alternatif diterima artinya rasio NPL, ROA memiliki perbedaan yang signifikan antara bank bermasalah dan bank tidak bermasalah. Untuk rasio Pemenuhan PPAP signifikansinya sebesar 0.059, ROE signifikansinya sebesar 0.272. Kedua rasio tersebut mempunyai P value lebih besar dari 0.05, maka dapat disimpulkan untuk data yang berdistribusi tidak normal, hipotesa null diterima atau hipotesa alternatif ditolak artinya rasio Pemenuhan PPAP, ROE tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara bank bermasalah dan bank tidak bermasalah. Penelitian kali ini konsisten dengan penelitian Wilopo (2001) dan Sri Haryati (2002) yaitu rasio ROA dan BOPO yang digunakan pada penelitian terdahulu dan sekarang adalah mempunyai perbedaan yang signifikan artinya rata-rata ROA selama perioda penelitian adalah lebih besar rata-rata ROA bank tidak bermasalah sedangkan rata-rata BOPO selama perioda penelitian adalah lebih besar rata-rata BOPO bank bermasalah.

Pengujian Hipotesis II

Uji pengaruh dilakukan untuk mengetahui apakah rasio keuangan CAMEL (CAR, APB,NPL, PPAP terhadap Aktiva Produktif, ROA, NIM, BOPO) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah bank-bank umum swasta nasional di Indonesia perioda 2000-2002. Karena variabel bebas memiliki dua alternatif yaitu bermasalah dan tidak bermasalah maka model yang digunakan adalah Regression Logistic dengan persamaan sebagai berikut :
Y = KDS = a + b(CAR) + c(APB) + d(NPL) + e(PPAPAP) + f(ROA) + g(NIM) +
h(BOPO) + e
Untuk menilai model fit adalah berdasarkan pada fungsi Likelihood. Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesakan menggambarkan data input. Untuk pengujian L ditransformasikan menjadi –2LogL. Statistik –2LogL pada awal (block number = 0) dengan angka –2LogL pada block number = 1 dapat juga digunakan untuk menetukan jika variabel bebas ditambahkan pada model apakah secara signifikan memperbaiki model fit, apabila terjadi penurunan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model tersebut menunjukan model regresi yang baik. Dari tabel 4 di atas menunjukan nilai –2LogL Block Number = 0 adalah 91.658 kemudian terjadi penurunan nilai –2LogL Block Number = 1 menjadi 26.054, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model tersebut menunjukan model regresi yang baik. Jika dilihat dari nilai Cox & Snell R Square sebesar 0.598 dan Nagelkerke R Square sebesar 0.830 dapat menggambarkan bahwa variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabelitas variabel bebas sebesar 83.0 persen,sedangkan 17.0 persen sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Homer and Lemeshow’s Goodness of fit Test menguji bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model,sehingga model dapat dikatakan fit. Dasar pengambilan keputusan tersebut jika nilai probabilitas Hosmer & Lemeshow Test lebih besar dari tingkat signifikan 0.05 persen.Nilai statistik Hosmer & Lemeshow Test sebesar 1.631 dengan tingkat probabilitas signifikansi sebesar 0.990, yang berarti jauh di atas 0.05 sehingga model regresi ini layak digunakan.



KOEFISIEN REGRESI LOGISTIK DAN TINGKAT SIGNIFIKANSI RASIO CAR, APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM, BOPO.Variabel B Signifikansi Hipotesis Null
dapat diketahui bahwa rasio CAR mempunyai pengaruh negatif artinya semakin rendah rasio ini maka semakin besar kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah. Pengaruh rasio CAR terhadap kondisi bermasalah adalah signifikan karena tingkat signifikansi di bawah 0.05 yaitu sebesar 0.027. Rasio APB, NPL, PPAPAP, ROA, dan NIM tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kondisi bermasalah suatu bank. Rasio BOPO mempunyai pengaruh positif artinya semakin tinggi rasio ini maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar.Pengaruhnya terhadap kondisi bermasalah adalah signifikan karena tingkat signifikansinya dibawah 0.05 yaitu sebesar 0.019. Berdasarkan tes keakuratan pengelompokan bank bermasalah dan tidak bermasalah dalam tabel 6 yang menyatakan pada kolom merupakan dua nilai prediksi dari variable terikat yaitu kondisi bank, dalam hal ini bank bermasalah (1) dan bank tidak bermasalah (0). Pada model yang sempurna, maka semua kasus akan berada pada diagonal dengan tingkat ketepatan peramalan 100%. Hasilnya menunjukan pada kolom, prediksi bank yang bermasalah ada 24 bank-bank bermasalah (8 bank pada setiap tahun 2000, 2001, 2002) sedangkan pada baris, hasil observasi sesungguhnya yang bermasalah hanya 20 bank dan 4 sisanya tidak bermasalah. Jadi ketepatan model ini untuk bank yang bermasalah adalah bank pada setiap tahun 2000, 2001, 2002 sedangkan pada baris, hasil observasi sesungguhnya yang tidak bermasalah 47 bank dan 1 sisanya bermasalah. Jadi ketepatan model ini untuk bank yang tidak bermasalah adalah 47/48 atau 97.9%. Penelitian kali ini tidak konsisten dengan penelitian Wilopo karena pada penelitiannya menjelaskan bahwa ketepatan prediksi kebangkrutannya dari sampel estimasi dan validasi menghasilkan 0% yang artinya dari bank kategori bangkrut tidak satupun yang diprediksi bangkrut, jadi rasio CAMEL kurang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan.Sedangkan pada penelitian kali ini menjelaskan ketepatan prediksi kondisi bermasalah menghasilkan 83.3% selain itu prediksi kondisi bermasalah tiap-tiap tahunnya menunjukan angka yang cukup meyakinkan yaitu 79.22% tahun 2000, 79.96% tahun 2001, 88.83%, jadi rasio CAMEL dapat digunakan untuk memprediksi kondisi bermasalah.


SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN

Simpulan
Dari 11 rasio keuangan CAMEL menurut Bank Indonesia sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 yaitu CAR, ATTM, APB, NPL, PPAP terhadap Aktiva Produktif, Pemenuhan PPAP, ROA, ROE, NIM, BOPO, LDR, rasio yang memiliki perbedaan yang signifikan antara bank-bank kategori bermasalah dan tidak bermasalah perioda 2000 – 2002 adalah CAR, APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM, BOPO. Penggunaan alat analisis regresi logistik ini untuk memprediksi konsisten bermasalah kategori bank bermasalah dan tidak bermasalah adalah correct yang ditunjukan dengan 0.05 persen. Rasio CAR mempunyai pengaruh signifikan terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya negatif artinya semakin rendah rasio CAR, kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Rasio APB mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya negatif artinya semakin rendah rasio ini, kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Rasio NPL mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya positif artinya semakin tinggi rasio ini, kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.PPAPAP mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya positif artinya semakin tinggi rasio PPAPAP kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. ROA mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya negatif artinya semakin rendah rasio ROA kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. NIM mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya negatif artinya semakin rendah rasio NIM maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.BOPO mempunyai pengaruh signifikan terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya positif artinya semakin tinggi rasio BOPO maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Hasil pengujian hipotesis II adalah Rasio keuangan CAMEL (CAR, BOPO) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah bank-bank umum swasta nasional di Indonesia perioda 2000-2002.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain :
1. Aspek lain menurut Bank Indonesia sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 yaitu kepatuhan (Compliance) yang terdiri dari Persentase Pelanggaran BMPK, Persentase Pelampauan BMPK, GWM Rupiah, dan PDN belum dipergunakan sehingga seluruh aspek yang bersumber pada Bank Indonesia belum lengkap.
2. Beberapa dari rasio keuangan yang tercantum pada direktori Bank Indonesia tidak sesuai dengan perhitungan rasio keuangan yang dihitung berdasarkan akun-akunnya atau rumus dari teori yang ada, hal ini menyatakan bahwa laporan keuangan yang telah diaudit ternyata tidak sesuai dengan rumus dan akun-akun pada laporan keuangan tersebut.Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan diatas, maka saran-saran yang diajukan adalah :
1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melengkapi kekurangan-kekurangan atas keterbatasan yang ada pada penelitian kali ini khususnya nomor 1 dan 2.
2. Untuk mendapatkan hasil yang lebih berkembang maka sebaiknya peneliti selanjutnya dapat membedakan antara bank yang go public dan bank yang belum go public karena kemungkinan status bank dapat berpengaruh pada hasil penelitian.


Daftar Pustaka
Almilia,Luciana Spica,Winny Herdiningtyas.2005.”Analisis Rasio Camel Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Lembaga Perbankan Perioda 2000-2002”.Jurnal Akuntansi dan Keuangan.Volume 7.No.2 November.Surabaya.

Tugas Softskill Riset Akuntansi resume 1


Nama : Harni Tyastuti
Kelas : 3eb08
NPM : 212.07.464


PENDAHULUAN

Pelaporan laba telah dipandang oleh pemakai laporan keuangan sebagai laporan yang dominan dan merupakan isu fundamental dalam riset akuntansi (Ball dan Brown, 1968; Dechow, 1994; Subramanyam,1996; DeFond dan Park, 2001).Laba merupakan informasi utama yang disajikan dalam laporan keuangan (Lev,1989), sehingga angka-angka dalam laporan keuangan, khususnya laba lini bawah (bottom line) menjadi hal krusial yang mesti harus dicermati oleh pemakai laporan keuangan. Hal ini, karena angka-angka dalam laporan keuangan merupakan fungsi dari kebijakan dan metoda-metoda akuntansi yang dipilih oleh perusahaan.Menurut pandangan teori agensi (Jensen dan Meckling, 1976), laba sangat rentan dengan intervensi manajemen.Laba bukanlah sesuatu yang unik, karena tergantung pada prinsip dan asumsi akuntansi yang digunakan. Laba akuntansi berdasar akrual memunculkan isu tentang kualitas laba, karena laba dari proses akuntansi akrual potensial menjadi objek perekayasaan laba (earning management).Kualitas laba merupakan sifat inheren pada akuntansi berdasar konsep akrual yang memberikan pintu masuk bagi manajemen dalam pemilihan metoda akuntansi yang tersedia. Manajemen dapat melakukan perekayasaan laba untuk tujuan oportunistik (opportunistic) atau untuk tujuan efficient contracting (Scott,2000: 272). Manajemen dalam perspektif oportunistik memilih kebijakan akuntansi untuk mengoptimalkan kepentingannya.Sedangkan dalam perspektif efficient contracting, manajemen akan memilih kebijakan akuntansi yang dapat mengoptimalkan nilai perusahaan.Namun demikian, akuntansi berusaha untuk memberikan informasi yang bermanfaat, misalnya sebagai evaluasi kinerja dan penilaian equity. Dalam konteks ini, akuntansi dapat bermanfaat menunjukkan informasi ekonomi melalui akrual yang tidak terdapat dalam arus kas berkaitan dengan laba dan posisi keuangan (Gu et. al., 2002).Semua informasi ekonomi tersebut merupakan suatu black box yang merupakan realitas ekonomi yang tersaring dalam angka-angka akuntansi.Gu et al. (2002) menyatakan bahwa seluruh informasi ekonomi merupakan suatu black box dan angka-angka akuntansi merupakan filter dari realitas ekonomi.Sementara Dechow dan Dichev (2001) berargumen bahwa akuntansi akrual dapat mengurangi masalah timing dan mismatching yang mendasari laporan arus kas. Masalah ini menarik perhatian sebagai indikator penting kualitas laba yang bermanfaat untuk penilaian. Aspek karakteristik fundamental perusahaan dapat menjadi motivasi manajemen dalam mempengaruhi perekayasaan laba melalui akrual diskresi yang secara umum merupakan faktor yang memberi kontribusi pada kualitas laba. Hal ini menimbulkan pertanyaan penelitian apakah informasi karakteristik fundamental perusahaan bermanfaat untuk membedakan kualitas laba perusahaan yang tinggi dan rendah.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan serta pengaruh antara informasi karakteristik fundamental perusahaan yang berkaitan dengan kualitas laba. Tujuan ini penting karena manajemen memungkinkan untuk merekayasa laba melalui akrual yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas laba.






KESIMPULAN

Penelitian ini didesain untuk menjawab pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan kemanfaatan informasi karakteristik fundamental perusahaan untuk membedakan probabilitas kualitas laba perusahaan yang tinggi dan rendah. Ada enam variabel independen karakteristik fundamental perusahaan yang didasarkan dari angka-angka akuntansi untuk membedakan probabilitas kualitas laba yang tinggi dan rendah, yaitu indek piutang,indek hutang, indek biaya operasi, indek laba kotor, variabilitas arus kas operasi, dan rasio total akrual. Secara umum dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian mengindisikan bahwa karakteristik fundamental perusahaan berdasar angka-angka informasi akuntansi bermafaat untuk membedakan probabilitas kualitas laba yang tinggi dan rendah.Kontribusi dari hasil penelitian ini adalah pertama pemakai laporan keuangan mendapatkan model ekspektasi penentu kualitas laba. Hal ini penting untuk dasar analisis terhadap laporan keuangan sebagai dasar penilaian perusahaan,sehingga dapat mengurangi kesalahan dalam pengambilan keputusan. Penelitian ini berimplikasi bagi pemakai laporan keuangan bahwa untuk pengambilan keputusan berdasar laporan keuangan tidak hanya melihat besaran angka-angka akuntansinya tetapi juga kualitas penyajian laporan keuangan, khususnya kualitas laba yang disajikan. Kualitas laba secara artificial dapat diidentifikasi dari angka-angka akuntansi.Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan.Pertama, sampel penelitian ini hanya perusahaan manufaktur yang diambil secara purposive sampling, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasi untuk perusahaan non-manufaktur.Penggunaan perusahaan manufaktur dan pengambilan sampel secara purposive sampling untuk meminimalisasi confounding effects yang disebabkan perbedaan industri.Kedua, penelitian ini dalam membedakan kualitas laba yang tinggi dan rendah mendasarkan korelasi antara laba akuntansi dengan arus kas operasi. Kemudian hasil korelasi dipisah menjadi dua berdasar besarnya nilai rata-ratanya.Walaupun dalam penelitian ini dalam menghitung nilai rata-ratanya telah mengeluarkan korelasi terbesar dan terkecil, namun tidak dapat menghindari nilai di sekitar rata-ratanya yang kurang dapat membedakan antara kualitas laba yang tinggi dan rendah. Metoda ini terpaksa dilakukan karena untuk menghindari berkurangnya sampel yang lebih besar. Ketiga dalam penelitian ini untuk mengukur rasio akrual menggunakan total akrual, sehingga tidak memisahkan antara akrual diskresi dan non-deskresi.Sebagaimana dijelaskan di atas,bahwa penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Oleh karena itu, penelitian berikutnya perlu mempertimbangkan keterbatasan tersebut. Selain itu berikut adalah saran penelitian berikutnya. Pertama,penelitian ini hanya mendasarkan pada perusahaan manufaktur yang diambil dengan purposive sampling. Penggunaan purposive sampling kemungkinan mempengaruhi generalisasi dari hasil penelitian ini.Oleh karena itu, penelitian berikutnya secara khusus dapat mengevaluasi hasil penelitian ini dengan sampel perusahaan non-manufaktur.Kedua, penelitian ini dalam mengukur variabel rasio akrual tidak memisahkan antara akrual deskresi dan non-deskresi.Oleh karena itu penelitian berikutnya perlu memisahkan komponen akrual tersebut. Hal tersebut penting dilakukan karena dapat diidentifikasi apakah perusahaan melakukan prinsip konservatif atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA
Triyono.2007.”Analisis Karakteristik Fundamental Perusahaan Sebagai Penentu Kualitas Laba”.Jurnal Manajemen dan Bisnis.Volume 11.No.1 Juni.Surakarta.